Sejarah

6/recent/Sejarah-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

CENDEKIAWAN MUSLIM: SISTEM HUKUM INDONESIA MENYIMPANG DARI ISLAM


Cendekiawan Muslim, Founder Institut Muamalah Indonesia KH Muhammad Shiddiq al-Jawi menyatakan, sistem hukum di Indonesia sudah menyimpang dari Islam.

"Hukum yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Ini sebenarnya sudah menyimpang," ujarnya dalam program Fokus Reguler: Marak Markus Tak Pernah Pupus, di kanal YouTube UIY Official, Minggu (3/11/2024).

Menurutnya, walaupun ada sistem hukum Islam, tetapi minor, seperti pengadilan agama yang memfasilitasi pernikahan dengan cara menggunakan hukum Islam.

Sementara itu, ungkapnya, banyak hukum yang itu bukanlah hukum Islam yang terdapat pada dua sistem hukum lain yang berlaku di Indonesia, yaitu sistem hukum Barat/Perancis dan sistem hukum adat.

Ia pun mengulas bahwa di dalam Islam tidak ada substansi hukum yang boleh digunakan untuk mengadili kecuali hukum Islam (syariah).

Misalnya, ia mencontohkan, ada tiga ayat yang mengecam penerapan hukum-hukum selain Islam. Yaitu,

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ
"Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara (menjalankan) hukum yang diturunkan oleh Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir. Itu surat al-Maidah ayat 44," sebutnya.

Lalu, lanjutnya, ada surat al-Maidah ayat 45.

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
"Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara (menjalankan) hukum menurut apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka adalah orang-orang dzalim," ungkapnya.

Kemudian, surat al-Maidah ayat 47.

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
"Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara (menjalankan) hukum yang diturunkan oleh Allah, maka mereka adalah orang-orang fasik," kutipnya.

Jadi, Kiai Shiddiq menjelaskan, dari ketiga ayat itu, artinya jika hukum yang ada tidak menjalankan hukum yang diturunkan oleh Allah, yaitu tidak menjalankan hukum Islam atau syariat Islam berarti itu adalah sistem hukum atau peradilan yang diharamkan, tidak diperbolehkan.

Apalagi, tegasnya, dalam sistem sekarang terjadi juga makelar kasus, berarti itu haram diatas haram.

"Artinya yang ingin saya katakan, apakah itu ada makelar kasus atau tidak, sebenarnya kita ini sudah berdosa. Apalagi ada makelar kasus, dosa di atas dosa," tandasnya.

Diketahui, makelar kasus atau yang kerap disebut dengan istilah "markus" kembali menjadi sorotan publik di Indonesia setelah nama Zarof Ricar, mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA), mencuat di media dalam skandal suap terkait putusan kasasi Gregorius Ronald Tannur .

Istilah ini merujuk pada praktik percaloan yang menawarkan "jasa" mempengaruhi keputusan hukum, mulai dari tingkat penyidikan hingga putusan pengadilan, demi memenangkan suatu perkara. Fenomena ini bukan hal baru dalam dunia peradilan Indonesia, dan hingga kini sulit diberantas meski berbagai upaya reformasi hukum terus dilakukan. [] Muhar

Posting Komentar

0 Komentar